PDKB |
Pada
tahun 1960, Harold L. Roden, seorang insinyur praktisi tegangan tinggi
dari perusahaan pelayanan Tenaga Listrik Amerika, berkerjasama dengan
Dr. Charles D Miller, seorang insinyur peneliti muda perusahaan Ohio
Brass, mengadakan sebuah program pengujian untuk mengevaluasi
faktor-faktor yang tidak diketahui dan aspek keselamatan dari metode barehand.
Metode ini telah dikembangkan dan disempurnakan dalam pengujian mereka,
sehingga dapat dilakukan oleh semua pelaksana dalam pemeliharaan
bertegangan saluran tegangan tinggi. Tiga alasan utama yang menyebabkan metode barehand digunakan :
(a) Kurangnya sistem interkoneksi transmisi sehingga PDKB menjadi sangat penting.
(b) Bertambahnya ukuran konduktor yang menyebabkan penggunaan hot stick menjadi kurang praktis.
(c) Bertambahnya tegangan sistem sehingga mengakibatkan bertambahnya jarak aman.
Teknik ini bukan merupakan pengganti metode lain dari pemeliharaan saluran bertegangan tetapi lebih merupakan sebuah prosedur pelengkap yang terkait dalam bidang ini. Hot stick dan live line rope merupakan komponen yang diperlukan pada sebagian besar pengoperasian metode barehand.
(c) Bertambahnya tegangan sistem sehingga mengakibatkan bertambahnya jarak aman.
Teknik ini bukan merupakan pengganti metode lain dari pemeliharaan saluran bertegangan tetapi lebih merupakan sebuah prosedur pelengkap yang terkait dalam bidang ini. Hot stick dan live line rope merupakan komponen yang diperlukan pada sebagian besar pengoperasian metode barehand.
Penggunaan teknik “Sangkar Faraday” telah diganti dengan pakaian konduktif pada metode barehand.
Dengan pakaian konduktif, intensitas listrik di tubuh pelaksana dapat
dibatasi sehingga pelaksana dapat bekerja dalam kondisi yang aman dan
nyaman meskipun bekerja pada tegangan yang tinggi.
Perkembangan PDKB
Pelaksanaan pekerjaan pada saluran listrik tegangan tinggi dengan cara PDKB telah ada sejak beberapa tahun yang lalu.
Dengan
terus bertambahnya permintaan penggunaan listrik dan untuk memberikan
pelayanan kepada konsumen dengan standar yang lebih tinggi tanpa memutus
aliran listrik, sehingga penting untuk melaksanakan pekerjaan
pemeliharaan dalam keadaan bertegangan.
Pemeliharaan
saluran bertegangan pertama kali digunakan hanya untuk membuka saklar
pemutus aliran. Meskipun cara ini pada pelaksanaannya terlalu lama,
tetapi terbukti metode ini aman. Metode ini digunakan untuk waktu yang
lama dan belum terpikirkan untuk mengembangkan metode ini untuk tujuan
yang lain.
Pada
awalnya peralatan PDKB dibuat secara industri rumah tangga, pada tahun
1913 di sebuah perusahaan di daerah Wapakoneta, Ohio, Amerika serikat.
Dan mereka mengembangkan berbagai peralatan yang lebih halus dan
efisien.
Pada
tahun 1916 sebuah peralatan yang dikenal sebagai ”pengait listrik” telah
dikenal di Atlanta, Geogia, Amerika Serikat. Alat ini merupakan sebuah
klem dengan pegas bertujuan untuk membuka rangkaian bertegangan.
Penggunaannya memerlukan hot stick untuk tujuan isolasi dan disarankan menggunakan peralatan tambahan lainnya yang akhirnya berkembang seperti grounding, paralel klem, pemegang konduktor, pengikat kawat, gergaji, comealong, dan saddle yang dipasang pada tower untuk menyokong peralatan tertentu.
Pada tahun 1918, di Taylorville, Illinois, Amerika, Perusahaan Tips Tool
mulai memproduksi klem saluran bertegangan, klem pentanahan, tongkat
klem. Beberapa tahun kemudian perusahaan yang sama memperkenalkan alat
pemangkas pohon secara bertegangan, wire tong, stick, tower saddle dan aksesoris stick.
Peralatan saluran bertegangan pertama kali digunakan hingga tegangan 33 kV. tetapi banyak linesman ragu-ragu untuk melakukan pengoperasian hot stick
pada tegangan ini. Karena ketakutan ini, banyak perusahaan membatasi
pemeliharaan saluran bertegangan sampai dengan 22 kV. Karena linesman
mulai menyadari bahwa penggunaan peralatan saluran bertegangan selalu
menjaga mereka pada kondisi aman, ketakutan mereka untuk melakukan
pekerjaan mulai hilang, hingga akhirnya pada tahun sampai tahun 1930
beberapa perusahaan mengijinkan pengoperasian saluran bertegangan pada
66kV, tidak lama kemudian menjadi 110 kV. Sampai akhir tahun tiga
puluhan ada berita yang menakjubkan, yaitu bahwa Saluran West Coast
220 kV telah sukses dikerjakan dalam keadaan bertegangan. Tonggak
bersejarah yang lain terjadi pada bulan Maret 1948 ketika OG Anderson
dan MR Parkin, ahli peralatan Saluran Bertegangan Perusahaan AB Chance
mengganti isolator pada tower suspension pada tegangan 287 kV penghantar
Hoover Dam, Los Angeles.
Pada
tahun 1954, saluran 345 kV dikontruksi dan Chance sukses bekerja pada
330 kV untuk Listrik Indiana-Michigan dengan peralatan baru berupa alat
kayu berlapis Maplac. Dengan datangnya/munculnya tegangan yang lebih
tinggi dan stick yang lebih panjang, pencarian dimulai untuk
peralatan yang baik, kuat dan ringan dengan kualitas dielektrik yang
tinggi. Pada pertengahan 1950 stick isolasi dari bahan fiberglass telah digunakan sebagai peralatan saluran bertegangan; tahun 1959 Epoksiglas Chance muncul digunakan secara umum.
Berat
merupakan faktor yang penting pada pekerjaan saluran bertegangan, karena
kelelahan harus ditekan sampai tingkat minimum. Akhirnya pada tahun
1947 muncul pemikiran untuk membuat peralatan yang lebih ringan, lebih
kuat dan lebih aman yang dikenal dengan epoksiglas. Kemudian, untuk
keamanan dan kenyamanan pelaksana PDKB, AB Chance mulai membuat conductive suite.
Dalam perkembangannya, enginer merancang konstruksi tower yang lebih efisien dalam mendukung pelaksanaan pemeliharaan secara bertegangan.
Berbagai
program pelatihan pun diadakan untuk mengembangkan berbagai teknik
pemeliharaan secara bertegangan, sehingga pemeliharaan secara
bertegangan mulai diimplementasikan di berbagai belahan dunia.
Bagi
karyawan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di seantero nusantara ini,
terutama di jajaran distribusi agaknya tidak asing lagi mendengar
istilah Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB).
Sejak tahun 1974 sebenarnya PLN telah melakukan persiapan dan pengadaan peralatan PDKB-TM dan pada tahun 1985 untuk peralatan PDKB-TT/TET serta pada tahun yang sama telah dilaksanakan pelatihan PDKB secara ”off-line” di Udiklat Cibogo, namun belum dapat diaplikasikan secara “on line” karena belum adanya undang – undang atau peraturan yang menunjang pelaksanaan pemeliharaan bertegangan.
Sejarah PDKB di Indonesia sebetulnya belum begitu panjang kalau dihitung dari pelaksanaan
pertamanya pada 10 November 1993 di PLN Udiklat Semarang yang dikenal
dengan Pencanangan Pelaksanaan PDKB di Indonesia oleh Dirjen Listrik dan
Pengembangan Energi waktu itu, Prof Dr Artono Arismunandar.
Pencanangan
itu didahului dengan terbitnya Keputusan Dirjen Listrik dan
Pengembangan Energi Nomor : 73-12/40/600.1/1993 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan.
SEJARAH PDKB TEGANGAN MENENGAH (PDKB-TM)
Sejarah PDKB-TM diawali
dengan Pelatihan Tim PDKB-TM untuk pertamakalinya diadakan pada awal
tahun 1994 sebagai angkatan I dengan peserta yang berasal dari PLN
Cabang Tangerang dimana durasi pelatihan Tim PDKB-TM dilaksanakan selama
3 (tiga) bulan dan dilanjutkan dengan Pelatihan Tim PDKB-TM angkatan
berikutnya yang diikuti oleh peserta berasal dari Cabang yang lainnya.
Pada tahun 1995 PLN
telah melaksanakan pengadaan peralatan PDKB-TM sebanyak 13 set untuk PLN
Cabang dan sampai saat ini telah 27 Tim PDKB-TM memiliki peralatan yang
lengkap dan kepada Tim PDKB-TM telah diberikan juga pelatihan oleh
instruktur PDKB yang telah menyelesaikan tugas belajar di EDF Prancis.
Sejak tahun 1995 PDKB-TM telah diimplementasikan oleh PLN Cabang hingga saat ini.
SEJARAH PDKB TEGANGAN TINGGI (PDKB-TT)
Sejarah PDKB-TT diawali dengan Pembentukan
tim PDKB dengan Surat Keputusan (SK) Nomor : 152.K/020/DIR/2003 tanggal
6 Juni 2003 tentang Tim Persiapan dan Pelaksanaan Pekerjaan Dalam
Keadaan Bertegangan untuk Tegangan Tinggi dan Tegangan Ekstra Tinggi.
Tim
tersebut adalah Berlin Simarmata (Kantor Pusat) sebagai Ketua, Basuki
Prayitno (P3B) sebagai anggota. Sedangkan Tim Implementasinya diketuai
oleh Djoko Hastowo (P3B), sekretaris Yanuar Hakim (P3B) dan anggota
lainnya sebanyak sembilan orang. Tim tersebut selanjutnya bertugas
mempelajari perlu tidaknya tim PDKB di PLN.
Sementara
itu, dibelahan dunia lain, terutama negara-negara maju, bahkan sejumlah
perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, sudah lebih dulu
melaksanakan PDKB. PLN sudah memiliki rencana untuk melaksanakan
pemeliharaan dengan cara PDKB bersamaan dengan dibangunnya SUTET 500 kV.
Di
negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand sudah jauh-jauh hari
melakukan PDKB dan di dalam negeri sendiri pun, untuk PT Caltex Pasifik
Indonesia (CPI) di Propinsi Riau telah melaksanakan PDKB meskipun hanya
memiliki daya listrik 500 Mega Watt (MW) atau jauh di bawah milik PLN
P3B – JB yang mempunyai beban puncak mencapai 16 ribu MW.
Dari
hasil kajian di dapat bahwa PLN sudah sangat memerlukan Tim PDKB guna
pemeliharaan transmisi, kemudian pada tahap awal manajemen berpendapat
diperlukan sedikitnya personil baru sebanyak empat grup yang
masing-masing terdiri 6-7 orang sehingga diperlukan sebanyak 24 orang
tenaga inti. Mereka yang akan disaring dalam rekrutmen personil PDKB
Transmisi ini harus memenuhi kualifikasi yang relatif ketat karena jenis
pekerjaannya memang sedikit berbeda dengan pekerjaan karyawan PLN
lainnya.
Pada
Mei 2003, tim bayangan implementasi yang sebagian besar dari P3B juga
telah melakukan serangkaian persiapan antara lain pendataan dan
pencarian pegawai PLN yang untuk dilibatkan dalam pekerjaan itu,
termasuk penjajakan ke sejumlah pegawai yang terlibat di PDKB
Distribusi. Dari langkah tersebut akhirnya, dihasilkan gambaran
kebutuhan SDM awal dari PDKB Transmisi ini yakni sebanyak 36 personil
SDM baru.
Sejak 30 juni sampai dengan 4 juli 2003 Tim Implementasi melaksanakan benchmark ke PT.Caltex Pasifik Indonesia, kemudian dilanjutkan benchmark ke EGAT Thailand tanggal 14 s/d 17 juli 2003.
Dalam proses seleksi dari 36 orang pegawai PLN yang berminat di dapat 10 orang untuk dididik menjadi supervisor PDKB, sedangkan dari 400 orang pelamar yang masuk kualifikasi terpilih 36 orang yang akan di didik sebagai pelaksana (linesman) PDKB.
Pelatihan pengawas (supervisor)
PDKB dilaksanakan di Omaka Training Centre - New Zealand selama 25 hari
dari tanggal 3 juli s/d 9 september 2003 yang dilanjutkan pelatihan di
Udiklat Bogor pada 16 april s/d 24 mei 2004.
Tepatnya
9 september 2003 persiapan SDM pelaksana sebanyak 36 orang hasil
seleksi, yang diawali pendidikan kesamaptaan selama 1 (satu) bulan di
SPN Banyu Biru, dilanjutkan pendidikan transmisi off-line di Udiklat Semarang selama 6 (enam) bulan, kemudian para calon pelaksana PDKB melaksanakan On Job Training
di 3 (tiga) Region, yaitu Region Jakarta dan Banten, Region Jawa
Barat, dan Region Jawa Timur dan Bali selama 1 (satu) bulan. Pendidikan
pemeliharaan secara bertegangan/PDKB dilaksanakan di Udiklat Bogor
selama 2 (dua) bulan. Sejak 8 september 2004, supervisor dan
pelaksana PDKB melaksanakan Pekerjaan Dalam Keadaan bertegangan (PDKB)
di Region Jakarta dan Banten, Region Jawa barat, Region Jawa Tengah
& DIY, dan Region Jawa Timur dan Bali.
Menteri
ESDM Purnomo Yusgiantoro mendeklarasikan operasional PDKB TT/TET secara
resmi pada 27 Oktober 2004 bertepatan dengan HLN ke – 58. Terhitung
saat itu PT PLN (Persero) telah memiliki Tim PDKB TT/TET yang tersebar
di 4 region P3B Jawa Bali.
No comments:
Post a Comment